IBUKU SAYANG

IBUKU SAYANG

Semua manusia punya ibu kecuali Ayahanda Adam dan Ibunda Hawa yang beribu Tangan Tuhan. Sebuah keajaiban yang tak perlu dibahas oleh otak budhel (tumpul, bahasa Jawa) seperti milik saya.

Ibu adalah posisi terhormat di budaya masyarakat manapun. Tidak ada peradaban mulia yang tidak menghargai peran dan posisi seorang ibu. Melahirkan-menyusui-mengasuh adalah satu paket hadiah dari Pencipta yang tidak mudah dicapai (achieved status) walaupun paket itu adalah sebuah kodrat alamiah wanita (ascribed status). Maka dari itu bersyukurlah orang-orang yang diciptakan untuk mengemban tugas sebagai ibu. Wahai Sudaraku para wanita, saya ingin berbagi rasa.

Saya manusia biasa maka pasti punya ibu. Ibu saya sudah tua. Namanya Dayah binti Slamet. Lahir di Tulungagung pada October 9, 1944. Wajahnya menyisakan kecantikan muda yang luar biasa. Rambutnya hitam bersembur putih keperakan, kulitnya keriput, badannya gendut, payudaranya kendur, halus budi bahasanya, ingatannya masih hebat, karakter kerasnya mulai bertambah, dan satu lagi yang sesungguhnya sangat mengganggu saya: hobinya menanyakan tentang kapan saya menikah.

Saya paling sebal pada siapapun yang menanyakan hal itu kepada saya. Sebuah pertanyaan bodoh yang diucapkan dengan gaya prihatin bercampur intelek. Seakan pertanyaan itu adalah sebuah habeliauh wajib untuk orang yang tidak bersemangat mengejar mas-mas. Seakan pertanyaan yang menunjukkan bahwa mereka telah mencapai prestasi teratas kehidupan ini: menikah. Apakah berarti bercerai adalah prestasi yang lebih tinggi lagi apalagi kalau kemubeliaun kawin lagi?

Ibu saya ini adalah wanita Jawa yang menurut beliau sendiri pekerjaan utamanya adalah mengabdi pada suami walaupun kenyataannya ibu saya adalah pensiunan bidan yang pernah mengabdi pada negara Pancasila ini. Ibu saya percaya bahwa dengan mengabdi pada suami seorang wanita akan masuk syurga. Beruntunglah beliau memperoleh lelaki yang sempat memberinya syurga, jadi ibu saya tidak harus membual banyak-banyak.

Ibu saya telah melahirkan 5 orang anak: perempuan, laki-laki, perempuan, perempuan, laki-laki. Semuanya lahir tanpa cacat. Jika kemudian hidupnya tidak bahagia maka itu bukanlah bawaan lahir namun akibat dari salah treatment baik oleh galangan (keluarga, bahasa Jawa) maupun golongan (lingkungan pergaulan, bahasa Jawa) atau karena salah persepsi terhadap suatu realitas yang kami hadapi.

Ibu saya suka memasak, membaca dan membuat kliping. Beliau membaca apa saja yang bisa beliau baca terutama koran dan majalah karena beritanya paling up dated sampai-sampai beliau mendapat julukan wartawan dari almarhum bapak saya. Dapatkah Sudara sekalian bayangkan seorang ibu seperti beliau memiliki anak seperti saya yang tidak suka membaca koran atau majalah? (saya lebih suka membaca buku, karya sastra dan essay) Dapatkah Sudara membayangkan alangkah timpangnya pengetahuan populer saya dibanding ibu saya? Huff.. kadang-kadang saya memilih tidak berdiskusi tentang politik dengan beliau. Saya lebih memilih ngobrol enak tentang wayang atau kethoprak (kesenian khas Jawa Tengah) atau ludruk (kesenian khas Jawa Timur yang awalnya hanya dimainkan oleh para lelaki) dengan almarhum bapak saya atau ngobrol tentang rabuk (pupuk, bahasa Jawa) dan tandur (masa tanam padi, bahasa Jawa) dengan Pakpuh (kakak orang tua, bahasa Jawa) daripada saya malu karena sebagai mahasiswa pada saat itu dan “orang Jakarta” saat ini saya tidak tahu banyak tentang apa yang terjadi di pusat merah putih ini.

Coba Sudara tanyakan nama-nama menteri dari kabinet manapun pasti beliau hapal. Tanyakan kasus-kasus hukum, skandal-skandal politik, gosip-gosip selebritas atau apa saja yang terjadi di negeri antah berantah beliau akan menjawab sekaligus memberikan ulasan yang sangat mengagumkan seakan beliau itu pengamat politk, ekonomi, sosial, budaya, filsafat atau apalah ilmu yang timbul di dunia ini. She is a great popular scientist!

Ibu saya suka memasak sedangkan saya suka tapi jarang mencoba resep-resep terbaru sehingga kalau pulang kampung saya harus rela dinasehati tentang ini itu yang kata ahli ini dan ahli itu bermanfaat untuk kesehatan. Dan setelah kembali ke kota tempat saya tinggal semuanya menguap seperti air dibawah terpaan sinar matahari. Di Jabodetabek semua bisa dibeli he he he…

Ibu saya seorang yang terkenal sabar dan narimo (menerima dengan ikhlas). Menerima dengan sabar kondisi yang semenyakitkan apapun, semenderita apapun dalam hidupnya. Tapi jangan coba-coba Anda menyakiti anak-anaknya. Beliau akan murka seperti bantheng ketaton (banteng terluka). Maka kami anak-anaknya yang normal akan sebisa mungkin menyimpan duka kami dari pengetahuannya sehingga beliau tak akan mencari orang yang menyakiti kami. Bahkan seandainya kami yang benarpun kami tidak akan mengadu banyak padanya, kami akan mengalah di hadapan ibu kami walaupun akan menghantam orang itu beliaum-beliaum dibelakang ibunda kami ini. Sebenarnya ketika ketemu pun ibu tak akan menyakiti orang itu. Kami hanya takut beliau berdoa yang tidak-tidak. Kutukan ibu saya ini terkenal manjur ha ha ha…

Ibu saya adalah bidadari bagi saya karena kecantikannya. Ibu saya adalah profesor ndeso yang saya yakin beliau bisa saja jadi menteri peranan wanita kalau saja kesempatan diberikan padanya. Ibu saya juga seorang bijak bestari ketika saya membutuhkan nasehatnya. Ibu saya adalah pengabdi yang setia baik pada keluarga maupun masyarakat. Ibu saya adalah seorang wanita yang paket melahirkan-menyusui-mengasuh-nya terbuat dari emas dan berlian.

Ibu saya sense or humor-nya tinggi. Apapun bisa jadi bahan tertawaan bagi beliau. Pernah beliau tertawa-tawa ketika seseorang secara tidak sengaja membuat beliau terdorong dari tangga teras sehingga gagang kacamatanya menusuk pelipisnya hingga harus dijahit beberapa jahitan. Biskah Anda bayangkan di saat semua orang khawatir terhadap keselamatannya beliau sendiri tertawa gembira. Ibu saya agak menyebalkan jadinya he hehe…

Namun ibu saya juga manusia biasa yang bikin saya jengkel jika sudah menyamaratakan saya dengan wanita lain yang “kata beliau” NORMAL. Menurut beliau kecintaan saya pada kesendirian saya lebih besar daripada kecintaan saya pada kodrat saya sebagai wanita yang seharusnya melahirkan-menyusui-mengasuh. Menurut beliau saya terlalu banyak melahap bacaan yang nyeleneh sehingga pemikiran saya “keseleo”. Ora Njawani (tidak berjiwa Jawa, bahasa Jawa), kata beliau.

Ibu saya ini begitu hebat. Saya bangga padanya dan hanya memendam kekesalan terhadap satu pertanyaan itu saja.

Ibu saya akan saya nobatkan sebagai wanita paling hebat dan berjasa dengan segala yang dianugerahkan padanya.

I love you, Ibuku sayang…

June 11, 2008

3 thoughts on “IBUKU SAYANG

  1. aigle07 said: Maka berbahagialah siapapun didunia ini yang masih mempunyai Ibu kandung, karena sorga kebahagiaan kita semua diatas bumi ini tidak ke-mana2, tapi ada ditelapak tangan nya Ibu yang telah melahirkan kita, yang bisa merasakan dalam2 selagi kita susah dan ikut senang selagi kita senang, tanpa pamrih apapaun juga, tanpa ingin dapat apa2, karena dimanapun Ibu selalu senang memberi tanpa juga mengharapkan balasan apa2, justru malah mendoakan apapun segala yang paling baik bagi kita, anak2nya.

    subhanallah.. terima kasih sudah mencerahkan. semoga bermanfaat juga 🙂

    Like

Leave a reply to aigle07 Cancel reply