SEPEDA NABRAK BECAK

KENANGAN TAK TERLUPAKAN BERUPA KECELAKAAN KECIL YANG MEMALUKAN

Sudah beberapa malam ini saya hobi banget naik becak. Turun dari angkot saya segera berbelok ke kiri membeli berbagai uba-rampen (kebutuhan pelengkap, Bahasa Jawa) malam yang berkisar antara minuman sehat dan alat tulis.

Abang becak dengan sangat ramah menawarkan jasanya mengantarkan saya, tentunya tak cuma-cuma. Dengan tiga ribu rupiah saja saya sudah sampai tempat istirahat malam saya.

Yang saya ingin ceritakan bukan kecelakaan saya naik becak namun ini adalah sebuah kenangan yang tiba-tiba muncul karena saya sering naik becak akhir-akhir ini saja. Silakan menikmati. Semoga menghibur dan bermanfaat.

Dulu waktu es em a, saya gemar naik sepeda ke sekolah. sebenarnya lebih karena kewajiban; orang tua saya tak mau mebelikan motor dengan alsan yang dibuat-buat mulai dari takut celaka hingga takut cemburur sosial padahal kaalu mereka bilang “tak punya uang”, saya akan berhenti meminta. Kadang kalau sedang malas, saya naik angkot atau minta diantar orang rumah. Saya punya gerombolan rekan biker yang punya kesukaan norak yaitu menggoes sepeda sambil tertawa-tawa tanpa peduli bahwa jalanan sedang penuh dengan segala macam kendaraan yang sedang bersaing menghantarkan pengemudinya yang rata-rata berseragam abu-abu putih.

Saya adalah seorang anak es em a yang cukup berani terhadap tantangan termasuk balap sepeda setiap pulang sekolah. Saya tak peduli entah lelaki atau perempuan penantang saya. Saya juga tak segan balapan dengan pengmudi motor karena mereka mereka diberi limit kecepatan di spedometer. Yang saya pedulikan hanya apakah mereka curang atau tidak.

Suatu hari, seorang teman bernama Nanik (almarhumah) menyampaikan tantangannya untuk berlomba alon-alonan (lambat-lambatan, Bahasa Jawa); jadi kami tidak bersaing untuk adu cepat, sebaliknya kami beradu lambat. Siapa yang sampai jarak tertentu dalam waktu yang paling lama maka dialah pemenangnya.

Saya kenal dengan anak peternak sapi perah ini sehingga saya tak takut bersaing. Bersaing dengan orang jujur tak akan rugi baik menang atau kalah hasilnya.

Deal!!!

Tak ada acara ketawa, tak ada becanda. Kami berdua bersaing menggoes dengan ayunan kaki yang sangat lambat. Sepeda berjuang keras menyeimbangkan roda melayani kelambatan kami. Saya berusaha fokus pada gerak putar ban sepeda jengki biru saya.

Nanik beberapa centimeter di depan saya, agak oleng membiasakan diri bersepeda lambat. Tiba-tiba ada seorang teman yang iseng (dia tahu kami sedang berlomba); si sahabat tengik ini (namanya Rayih) tertawa-tawa mengisengin kami. Dan melambatkan laju motor Astrea bututnya, memepet saya. Tak kuasa juga saya menahan jengkel. Tanpa basa-basi saya pelototin dia. Posisi saya makin ke pinggir dan tak fokus lagi.

JEGGER!!!

Huahahahahhahahahaha… Tawa meledak dari seantero jurusan. Rayih, Ragil, Sen Foek, Rendra, Bambang, dkk (mereka itu musuh bebuyutan dalam hal ledek-meledek dengan saya) seperti sedang merayakan kemenangan yang tak pernah sekalipun mereka dapat dari saya and the gang.

What happened aya naon? Saya menabrak becak yang sedang berhenti mangkal di depan sekolah saya!!! Tiga becak yang berderet mengalami tabrakan beruntun akibat saya tabrak dari belakang. Jadi abang becak tak bisa memberhentikan becaknya karena masing-masing mereka sedang duduk di jok penumpang. Tiga becak berendeng nggelender (menggelinding lambat, Bahasa Jawa) tanpa bisa ditahan. Para tukang becak itu segera tersadar
dan berloncatan sambil memaki-maki saya.

Saya sendiri hanya bisa melongo tak tahu mesti berbuat apa karena Nanik tak juga berhenti tertawa bergabung dengan musuh-musuh gang kami. Sejak itu saya tak mau lagi berlomba naik sepeda baik adu cepat maupun adu lambat.

Buat Nanik yang telah mendahului kami: Love you and pray for you.

Buat Rayih dkk: kalian memang penjahat penghibur hati ha ha ha…

20 thoughts on “SEPEDA NABRAK BECAK

Leave a comment