RENUNGAN INDAH (puisi terakhir W. S. Rendra)

RENUNGAN INDAH

W.S. Rendra (Alm)

Seringkali aku berkata,

Ketika semua orang memuji milikku

Bahwa sesungguhnya ini hanyalah titipan

Bahwa mobilku hanyalah titipan-NYA

Bahwa rumahku hanyalah titipan-NYA

Bahwa hartaku hanyalah titipan-NYA

Bahwa putraku hanyalah titipan-NYA

Tetapi, mengapa aku tak pernah bertanya:

Mengapa Dia menitipkan padaku ?

Untuk apa Dia menitipkan ini padaku ?

Dan kalau bukan milikku, apa yang harus kulakukan untuk milik-NYA itu ?

Adakah aku memiliki hak atas sesuatu yang bukan milikku ?

Mengapa hatiku justru terasa berat, ketika titipan itu diminta kembali oleh-NYA ?

Ketika diminta kembali, kusebut itu sebagai musibah

Kusebut itu sebagai ujian, kusebut itu sebagai petaka

Kusebut itu sebagai panggilan apa saja untuk melukiskan kalau itu adalah derita

Ketika aku berdoa, kuminta titipan yang cocok dengan hawa nafsuku

Aku ingin lebih banyak harta,

ingin lebih banyak mobil,

lebih banyak popularitas, dan

kutolak sakit,

kutolak kemiskinan,

seolah semua “derita” adalah hukuman bagiku

Seolah keadilan dan kasih-NYA harus berjalan seperti matematika:

Aku rajin beribadah, maka selayaknyalah derita menjauh dariku, dan nikmat dunia kerap menghampiriku.

Kuperlakukan Dia seolah mitra dagang, dan bukan kekasih

Kuminta Dia membalas “perlakuan baikku”,

Dan menolak keputusan-NYA yang tak sesuai keinginanku

Gusti,

Padahal tiap hari kuucapkan, hidup dan matiku hanya untuk beribadah.

“Ketika langit dan bumi bersatu, bencana dan keberuntungan sama saja”.

(Puisi terakhir Rendra yang dituliskannya di atas ranjang RS)

6 thoughts on “RENUNGAN INDAH (puisi terakhir W. S. Rendra)

  1. rikejokanan said: Gusti,Padahal tiap hari kuucapkan, hidup dan matiku hanya untuk beribadah.“Ketika langit dan bumi bersatu, bencana dan keberuntungan sama saja”.

    Rendra itu emang bukan hanya penyair tapi pemikir yang bijak *menurutku

    Like

Leave a comment