Music (Musik) – bilingual

Can you hear a flow of some rhythms? Kicking off from nowhere, entering these earlobes and stay for a while before it fades away through mind…. There, the flow is curling like bellowing smoke — white, high and sublimized. No words are able to accompany the rhythm flow, no body understands how beautiful it is but ears, only ears. The music is for ears to hear, to listen…. The review is the listening itself. When you still produce words to describe the music, it is not the ultimate — Beethoven composed symphonies to be enjoyed by ears, not to criticized by verbal expression. He didn’t expect people would make him a worshipped maestro. He kept composing, transferring what was flowing through his ears and head…. And, when the vibration reaches us, Beethoven is just here together with his music presenting to the Universe in us….

 

Tidakkah kau dengar alunan nada itu? Bermula dari tiada, memasuki telinga dan berdiam sejenak lalu menghilang perlahan merasuki kepala…. Di sanalah alunan itu melingkar-lingkar bagai asap yang membubung tinggi — putih, tinggi dan muai. Tak satu kata pun mampu menerjemahkannya, tak satu makhluk pun paham keindahannya kecuali telinga, hanya telinga. Musik ini untuk ditangkap oleh telinga, untuk didengar…. Penghargaan musik adalah dengan mendengarkan. Kalau kau masih mampu berkata-kata menyifati musik, berarti music itu belum seberapa — Beethoven menggubah simfoni-simfoni demi dinikmati oleh telinga, bukan untuk kritik musika. Dia tak meminta orang menjadikannya maestro yang dipuja-puja. Beethoven terus menggubah, menerjemahkan alunan yang masuk ke dalam telinga dan kepalanya….. Dan, saat getaran itu mencapai kita, Beethoven sedang di sini mempersembahkan musiknya kepada Semesta di jiwa kita…..

 

Flames-Music-Rainbows-Notes-Treble-Clef-Rainbow-Note-Fire-Hd-Wallpaper-

Picture borrowed from http://www.futurenow.com/my-fn-tunes/flames-music-rainbows-notes-treble-clef-rainbow-note-fire-hd-wallpaper/

Singapore – October 12, 2014 – 10:04pm

SIMBOL ATAU MAKNA MANA YANG LEBIH PENTING (bagian 2)

SIMBOL ATAU MAKNA

Mana Yang Lebih Penting?

(Bagian 2)

Sekali simbol terungkap maka akan segera terbuka pulalah lapisan pembatas cakrawala kita. Seperti lapisan pelangi yang sebenarnya bukan mejikuhibiniu. Merah, jingga, kuning, hijau, biru, nila, ungu tak cukup mewakili warna yang ada di semesta raya ini.

Merah berarti berani? Benarkah? Itu hanya budaya kita. Menurut budaya lain, merah adalah simbol kegembiraan. Di budaya yang lain lagi, mereka menyebut merah berarti darah alias kematian. Budaya yang lain bisa saja menyebut kualitas lain. Hitam bisa saja berarti apa saja tergantung apa yang dilihat seseorang dibalik warna hitam. Alangkah jamaknya makna yang dapat ditangkap dari sebuah simbol.

Mana yang lebih penting?

Simbol atau makna?

Atau keduanya?

Tak bisa keduanya, harus ada salah satu mengalah pada yang lain. Lihatlah foto diatas judul tulisan saya ini. Apa yang Anda lihat? Simbol atau makna?

Bisa saja Anda segera berkesimpulan bahwa gambar diatas penuh makna. Artinya Anda menganggap bahwa lukisan tersebut merupakan simbol yang dibaliknya tersimpan lika-liku pelajaran yang membuat pemaknanya memahami sesuatu.

Mungkin juga Anda berkata “gambar diatas hanya simbol” maka Anda telah siap dengan kepelikan yang akan Anda buat sendiri untuk menjadikannya penuh makna.

Jadi ada saat kwtika Anda memahami sesuatu sebagai simbol; saat yang bersamaan orang lain menjadikannya makna. Sebaliknya, juga bisa.

Ada sebuah persyaratan mutlak supaya sesuatu menjadi simbol sekaligus makna pada saat yang bersamaan. Dan itulah ketika dua pandangan yang bertentangan mampu memahami simbol dan makna sebagai suatu kesatuan.

Contohnya:

Seorang istri menganggap anak adalah investasi yang nanti kalau si anak udah gede mereka bisa menjadi tempat mereka berteduh sambil menunggu Pengelana menjemputnya. Sang suami menganggap anak itu sebagai beban yang harus segera dibebaskan dengan kerja keras sehingga disaat sang ayah tua dia sudah tak harus dibebani urusan anak lagi. Apakah keduanya memandang dengan persepsi yang sama? Tidak!

Sang ibu memahami anak sebagai sebuah makna yang apabila diselami akan menjadikannya bahagia: makna yang mendalam bisa membuat sang ibu bertahan menghadapi kesakitan batin “disakiti” anak. Sang ayah memahami keberadaan anak sebagai simbol perjuangan jika sudah tuntas akan menjadi penuh makna dengan datangnya: kemenangan.

Apakah Anda ingin berpikir sebaliknya? Tak mengapa. Saya terima. Karena seumpama mengupas bawang, Anda berhak menguliti apa yang baru saja saya kuliti. Jika mata Anda telah pedih Anda boleh juga berhenti atau tak berhenti.

Ukuran simbol dan makna: sekuat Anda, batas keletihan tak terukur karena Pemilik simbol dan makna sungguh tak berbatas apa-apa.

Keramat – Februari 2010 – 9:53 malam