LASKAR PELANGI

LASKAR PELANGI

Hari ini saya nonton movie yang telah saya tunggu-tunggu setelah beberapa bulan sebelumnya membaca novelnya. Jujur, saya berharap terlalu banyak untuk bisa dapetin “getaran” yang selaras antara movie dengan novel yang benar-benar menggugah jiwa tidur saya seperti mencairnya minyak goreng beku yang mencair dihadapkan pada uap air.

Film Laskar Pelangi mengesankan! Saya tak punya deskripsi lain selain itu. Tawa dan tangis yang saya sumbangkan untuk mengapresiasi film dan novelnya setara. Impas sudah hutang Andrea Hirata & Miles Production pada saya.

Saya terkesan oleh penggarapannya. Saya terkesan oleh pemain-pemain ciliknya yang asli Belitung. Saya terkesan dengan permainan para aktor yang memerankan orang-orang dewasa – Cut Mini oke kok – yang saya rasa benar-benar tak mau mengecewakan pembaca novel yang sudah hampir pasti akan nonton. Saya juga terkesan dengan adegan-adegan pilihan karena memang mustahil semua cerita yang tertuang dalam novel bisa di-display di film-nya.

Salah satu adegan yang sangat memukau saya adalah setiap saat Lintang harus melintasi sarang buaya dan menunggu buaya masuk “tempat tidur”nya sebelum dia bisa melanjutkan perjalanan ke sekolah. Yang lain? Adegan tarian karya Mahar. Yang lain? Adegan Samson mengajari Harun menulis Arab. Yang lain lagi? Adegan Kucai putus asa menjadi ketua kelas. Yang lain lagi? Adegan Trapani membawa minum untuk Mahar yang sedang “bertapa”. Yang lain? Adegan Bunda Guru Muslimah dan murid-muridnya mengusir teman-teman kambing dari kelas setelah hujan. Yang lain? Adegan Pak Cik Harfan meninggal. Tak habis adegan itu saya sebutkan karena memang saya ingin nonton lagi sebagai bukti film ini saya gemari seperti saya menyukai air putih yang menyegarkan.

Saya tidak beranjak setelah movie selesai. Saya tunggui sampai dedication list benar-benar habis.

Mbak Mira, Mas Riri, saya menunggu Sang Pemimpi sesuai janji Anda.

A must-see movie!

36 thoughts on “LASKAR PELANGI

  1. kriyaseni said: Setuju! Ni film oke banget.Adegan yang bikin aku terharu : pas Pak kepsek meninggal di kelas, trus waktu Bu Mus kembali ke sekolah and dipeluk murid-muridnya, then waktu Lintang perpisahan ma temen2nya..Tapi..kok Ikal besarnya Lukman Sardi ya? ga ikal.. kenapa ga agus kuncoro (Azam, PPT) misalnya?….Sebagai guru, hal besar yang ku ambil dari film ini tentang sekolah berbasis hati dan karakter.. Ini PR besar buatku (dan buat para guru), ga mudah, terutama ketika kelulusan seorang siswa hanya dinilai dari deretan nilai hasil UANnya..

    pendidikan mahal harganya bagi sebagian kalangan di masyarakat kita. guru-guru seperti kita termasuk pihak yang langsung bisa merasakan keprihatinan ini. semoga anggaran pendidikan yang dijanjikan benar-benar tersalur di talang yang tepat. amin.btw, malah kami sekeluarga sempat bertanya-tanya kenapa bukan Andrea Hirata sendiri yang memerankan Ikal; simultan aja ya penulis ya aktor utama ha ha ha…btw, saya udah nonton dua kali, Mbak wue he he he…

    Like

  2. dewiindie said: hmmm…..i’m impressed with Mahar 😀

    Setuju! Ni film oke banget.Adegan yang bikin aku terharu : pas Pak kepsek meninggal di kelas, trus waktu Bu Mus kembali ke sekolah and dipeluk murid-muridnya, then waktu Lintang perpisahan ma temen2nya..Tapi..kok Ikal besarnya Lukman Sardi ya? ga ikal.. kenapa ga agus kuncoro (Azam, PPT) misalnya?….Sebagai guru, hal besar yang ku ambil dari film ini tentang sekolah berbasis hati dan karakter.. Ini PR besar buatku (dan buat para guru), ga mudah, terutama ketika kelulusan seorang siswa hanya dinilai dari deretan nilai hasil UANnya..

    Like

Leave a comment