SEKELUMIT PELAJARAN TENTANG KTP
Angin Minggu berhembus, kayuhan pedal memberat.
Martha menawarkan bergantian mbonceng tapi gadis itu selalu bilang,”Nanti saja pulangnya Mbak Tata mboncengin aku.”
Di sebuah gedung mereka berhenti. Martha melompat dari sepeda, berpamitan ke dalam. Sepupunya menjagang jengki biru di luar pagar karena parkiran penuh. Tak disadarinya seorang satpam menghampiri.
“Dik, ngapain disini?”
“Menunggu saudara.”
“Saudaranya dimana?”
“Di dalam situ.”
“KTP?”
“Belum punya, Pak.”
“Menunggu di seberang saja, Dik.”
Dia kebingungan. Bagaimana kalau sepupunya mencari? Tapi Pak Satpam mengingatkan lagi; dia menuntun sepeda, susah payah menyeberang.
Satu setengah jam dia berjaga, takut sepupunya luput dari pandangan. Dia lambaikan tangan demi melihat Martha tengak-tengok. Martha menghampiri tanpa tolah-toleh – tak kenal jalan yang biasa dilewati manusia pembalap.
BRAK!
Jilbab coklat Pramuka teriak, menangis sejadi-jadinya. Lirih ia menyesal menunggu di seberang. Dengan pilu ditatapnya satpam yang tadi menanyakan KTP.
Martha, yang sedang menikmati libur pasca-skripsi di rumah paklik, ditabrak motor.
Di bayangan si gadis Martha mati, dia dipersalahkan. Dunia runtuh!
20 tahun.
Martha masih hidup. Jemaat gereja yang menolongnya menjadi sahabat keluarga sepupunya. Dan, Pak Satpam tak lagi bertanya konyol.
Gadis itu? Dia setia berkeyakinan bahwa manusia tak dinilai dari fisik dan KTP-nya.
Kediri – 14 Oktober 2010 – 8:36 malam
http://lombaffblogfammpid.multiply.com/
Gambar diunduh dari: http://fentyasdramaqueen.blogspot.com
Omong2 aku durung perpanjangan KTP ki
LikeLike
ha ha ha… kate mbok isi opo kolom status dan agama?
LikeLike
status yo tetep lajang, agama yo tetep islam..tapi islam ndableg hehehehe
LikeLike
:)nice
LikeLike
gak athik ndableg Dik… sampeyan iku jik jauh dari kata itu… *ngepik-ngepik mode on*
LikeLike
thank you, sister :-)based on a true story actually 🙂
LikeLike
Hahahahahaha
LikeLike
😀
LikeLike
terasa koq true storynya ….ada cerita mirip tentang teman yang calon pastor (sehari-hari mengurusi pengungsi konflik tim-tim) sempat dipukuli umat di Flores, hanya karena dia tidak berpakaian layak saat masuk ke gereja. Padahal ybs sedang dalam perjalanan dan mampir beribadat di gereja yang ditemuinya. Tradisi di daerah itu, kalau ke gereja harus berpakaian layaknya orang berpesta, kalau tidak berpakaian seperti itu dianggap menghina.
LikeLike
Mas Mpah, tadinya ceritanya panjang tapi karena mesti 100 – 200 kata ya jadi sangat singkat. sebenernya agak takut ada distorsi tapi ya semoga nanti ada kesempatan untuk menyertakan info-info kecil yang mendukung hikmah keberagaman itu.kadang kita memang silap pada yang fisik… wajar… tapi semoga tidak menjadi kebiasaan apalagi watak. bahaya buat pribadi dan sosial rak an…btw, thanks buat sharing kisah calon pastor yang dipukuli tanpa alasan jelas itu. tulisen lak apik tenan…
LikeLike
Judul versiku: KTP SI Gadis :-))
LikeLike
mba, jadi ikutan lomba ff? coba cek email ya….
LikeLike
wew… trus story… nice
LikeLike
kan belum ada KTP-nya…? masih kencur, kalau nggak kan dia nggak bakal nurut aja sama Pak Satpam to? hi hi hi
LikeLike
jadi… aduh, maaf Mbak terlambat lagi. ini saya kirimkan foto KTP saya. terima kasih diingatkan… salam… 🙂
LikeLike
iya, adaptasinya dibikin sesingkat mungkin :-)terima kasih support-nya… 🙂
LikeLike