Gonna Teach Myself How

Dear Readers, please read it in fun tone. No seriousness here indeed.

Do I feel stupid sometimes? Or, always? Most of the time.

How do I respond for feeling it? Happy as always. Not always, most of the time. See, how stupid I am, not even being able to identify the frequency of my doing or feeling this and that. So, how?

 

IMG_3185

A pamelo from a friend

Feeling stupid is a good start, to be better. So, if people feel stupid everyday, it means they get better day by day – never ending stupid is never ending learning plus never ending getting wiser. Never ending seems so tiring. So, how?

When was the last time I made mistake? Just today. Do I plan to make mistake again? I don’t…. I know I will make more. Oh gosh, does learning take place? Hmm…. I think it does.

Do I get smarter? Yes, but why do I ask so many questions even about small things? How should I handle my self? How should I present my self? How can I solve all these?

Only one way – Am gonna teach myself how to….

But how?  🙂

Singapore – September 25, 2014 – 10:46pm

REALITAS KECIL YANG (AGAK) MENGGUNCANG

REALITAS KECIL YANG (AGAK) MENGGUNCANG

Dulu waktu masih sekolah saya gemar berkelana baik sendiri maupun bersama-sama teman mengelilingi wilayah yang tak seberapa luasnya tapi sungguh membuat jiwa kami seakan mengembara ke seluruh alam semesta. Lebay!

Di setiap perjalan (hampir di setiap perjalanan tepatnya) kami selalu mendapatkan realitas baru yang sering kali mengagetkan jiwa muda kami.

Salah satunya adalah sebuah kenyataan relijius yang sesungguhnya hal sepele namun mengguncang iman kami (saat itu) walau sesaat.

Berapa jumlah ayat dalam Al Quran? 6666

Angka cantik bukan? Kembar empat!

Tapi setelah guru kami menyuruh kami menghitungnya di rumah, kami mendapatkan hasil yang sangat signifikan bedanya. Jumlah ayat dalam kitab kami adalah 6***. Silakan dihituhg sendiri ya Sudaraku… Bahkan setelah ditambahkan 113+1 basmalah pun tak bisa sampai 6666.

Banyak hal kecil yang membuat kita “ingkar” terhadap kepercayaan kita. Tetapi biasanya kemudian kita akan memaklumi kebenaran “baru” tersebut setelah membuktikan dengan pengalaman.

Ada lagi hal kecil yang pernah mengguncang keyakinan muda saya. Dulu saya sangat percaya bahwa Syeh Siti Jenar dihukum pancung oleh salah satu dari 9 wali yang berkumpul bersama. Namun setelah saya mudeng karena sekolah dan diskusi dengan teman-teman, saya baru tahu bahwa para wali yang diceritakan berkumpul bersama itu berada pada dimensi waktu yang berbeda. Mana bisa orang yang sudah mati hadir iktu mengerubuti Syeh Siti Jenar yang akan dibinasakan bersama ajarannya itu?

Hanya diri kita yang bisa menentukan apakah kita akan percaya pada sebuah teks tanpa mengalami konteks-nya. Atau kita menjaring konteks dan mengintegrasikannya dalam teks. Itu pilihan pribadi masing-masing. Yang paling penting adalah, jangan pernah berhenti menyerapi energi yang tak habis-habisnya ini senyampang jiwa kita masih punya kendaraan berupa badan yang jika nanti lapuk maka jiwa kita pun harus segera bersiap dengan “charged battery” untuk pulang ke rumah.

Mempercayai kebenaran kadang mengerikan karena harus menghadapi “kekalahan” oleh revisi-revisi alami yang ditawarkan kebenaran itu sendiri.

Kalau kepercayaan kita masih bisa diuji, maka ujilah dengan realitas-realitas yang ada. Jangan takut atau ragu karena sesungguhnya kalau memang itu kebenaran maka akan teruji, tetap cemerlang atau bahkan makin benderang.

Keramat – 14 januari 2010