BERANGKAT PAGI PULANG PETANG

BERANGKAT PAGI PULANG PETANG

Berangkat pagi pulang petang, itulah kerjaan saya hampir setiap hari. Pagi saya mengejar bis kota, petang saya masih mengejar bis kota. Tak ada lain yang saya kejar selain bis kota yang tiap inch jauhnya membuat saya makin bersemangat. Tak ada yang saya kejar sekuat tenaga selain bis kota karena kesusksesan saya nyengklak bis kota tepat pada waktunya menentukan kecepatan saya mengejar semua yang harus saya selesaikan pada hari itu.

Andai saya terlambat 10 menit maka pekerjaan saya akan terhambat paling tidak satu jam dan otomatis saya harus berlomba dengan waktu yang merambat Dhuhur yang mau tak mau harus mundur juga karena saya “salah” naik bis.

Cobalah renungkan hanya gara-gara tidak bisa mengejar bis jam 6 pagi maka akhirnya saya harus terlambat memulai kerja online saya lalu saya harus terlambat melonggarkan urat syarat saya dengan merenung sejenak diatas selmbar sajadah lusuh saya kemudian saya harus juga menjumpai kemungkinan membawa pulang pekerjaan karena tak terselesaikan lantaran kurang waktu 1 atau 1.5 jam pagi harinya.

Kadang senewen rasanya menemukan diri saya ini tak bisa juga menghadapi tantangan lomba berpacu dengan waktu. Sudah lebih dari setengah abad dan saya tetap kalah sejak saya menyadari bahwa waktu sangat mahal harganya. Kalau saja saya bisa kembali berlompatan menikmati kesenangan dan kesegaran saat kanak-kanak. Tak terkira mungkin senangnya… dengan syarat kemudian saya segera menyadari bahwa waktu tak lagi mau menunggu saya selamanya.

Saya merasakan bahwa makin hari waktu makin kuat dan cepat menggilas apa saja yang saya genggam sembarangan. Saya merasa bahwa waktu tak menebas seperti pedang tapi dia adalah merampas seperti penjajah… Karena kelalaian saya…

Tak pernah saya sangka bahwa saya hidup di dimensi yang punya kekuatan mengguncangkan ketenangan jika menyadarinya. Saya juga segera terpana karena waktu telah meluluhkan rasa penasaran saya menghadapi apa yang tak saya ilmui namun tetap saya harus menghadapinya. Alas! Sungguh hidup ini sangat adil terhadap yang memahaminya…

Duhai, Waktu… Tahukah engkau, aku berangkat pagi pulang petang, mengejar matahari, mengejar bis kota, mengejar pekerjaan dan deadline, mengejar waktu sholat, mengejar apa-apa yang tertulis di agenda lusuh dan di Calendar ponselku… Sungguh bukan karena mereka aku pontang-panting. Sungguh aku berbohong besar telah mengatakan bahwa aku mengejar mereka karena sesungguhnya aku sedang berpacu dengan kamu. Kamu, wahai Waktu telah membuatku iri karena tak pernah tuamu, tak pernah lelahmu, tak pernah pedulimu, tak pernah tak adilmu, tak pernah tumpulmu, tak pernah inkonsistenmu, tak pernah ingkarmu…

Jika saja saya mengenal satu saja makhluk di muka bumi ini yang mengatakan dia punya sedetik lebih banyak dari saya, saya akan kejar dia dan mengobrak-abrik Kerajaan Waktu karena ketidakadilan telah memberi pribadi itu sedetik tambahan padanya.

Sungguh, saya berangkat pagi pulang petang mengejar bis kota yang berselancar di atas papan sang waktu.

30 thoughts on “BERANGKAT PAGI PULANG PETANG

  1. bundel said: Pungkasane mung siji : Iya betul, orang tinggal di sekitar ibu kota negara semua memang begini pola hidupnya. Bahkan kalo rumahnya di Bogor, habis shalat subuh langsung ngangkot ke stasiun. Pulangnya, setelah bedug maghrib bahkan seringkali waktu adzan isya……Namanya orang golek butuh ya mbak, dilakoni kanti sabar karena semua sudah diatur Allah. Termasuk dimana kita harus kerja dan dimana kita menetap, Udah bagus juga naik bis, nggak cape-cape mikirin nyopir dikemacetan jalanan dan mbayar tol berkali-kali….. he…he…ha……haiya!!

    inggih, Tante. kula tansah lan badhe tansah sabar ing sedaya ingkang kula lampahi. optimis pokokipun.aduh… emang betul. begitu bis udah masuk tol, saya udah bayar uang transport, baca buku sampai pertengahan tol, bablas deh ke alam mimpi…ikhlas pasrah bongkokan pada Gusti Allah lantaran pak supir, slamet sampai tujuan…. he he he…

    Like

  2. bundel said: Halah! Siapakah saya disini? Tokoh fiktifkah? Mbak Rike bukannya masih muda ayu kinyis-kinyis sih? Nah, gitu dong tersenyum, makin ayu…… *aku lagi membayangkan adindaku tersenyum*

    aduh Tanteku sayangku… itu bukan tokoh fiktif… itu aku yang memang sedang berlomba memacu diri menjajari waktu yang mustahil berhenti.*aku tersipu-sipu nyari sapu Tantekuuuu…*

    Like

Leave a comment