A Plan To Borobudur

Just last night I had a whatsapp conversation with two of friends, Dydy and Ina. We decided to visit Borobudur in September…. to take some snapshots and enjoy the friendliness of our root – Javanese culture.

We’ll stay in Jogjakarta from Friday and leave on Sunday to each of our bases: Dydy to Surabaya, Ina to Tulungagung and I to Singapore.

But we need a good itinerary, if you have a good suggestion — would you please share with me?

 3

Picture borrowed from http://abduzeedo.com/dreamy-photography-weerapong-chaipuck

Singapore – July 13, 2014 – 1:21pm

PEJALAN KAKI AMATIR

PEJALAN KAKI AMATIR

Dari terminal Blok M ke tempat kerja saya berjarak sekitar 2 kilometer. Terlalu pendek untuk ditempuh dengan kendaraan bermotor. Jadi idealnya mesti berjalan kaki. Disinilah tantangan terbesar bagi saya setiap pagi karena berjalan kaki di kota Jakarta bukan sebuah kegiatan yang menyenangkan lantaran banyaknya “godaan”.

Kalau godaan berupa lelaki ganteng bukan hal sulit bagi saya karena subjektivitas saya terhadap keindahan terbilang tinggi. Jadi apa godaannya?

Pernah saya harus merapatkan badan saya ke pagar pembatas halaman dengan trotoar karena para pengendara m0t0r menemukan trotoar sebagai jalur cepat untuk mencapai tujuan.

Pernah juga saya harus keluar trotoar karena sebuah potted plant ukuran jumbo menghadang langkah saya saat harus berpapasan dengan pejalan kaki lain.

Mata juga harus awas karena lubang menganga disana-sini. Biasa-bisa nyemplung basah dan bau atau terbelit kabel entah instansi mana.

Bukan Jakarta namanya kalau tak ada sampah berceceran di persimpangan (sampah ditumpuk di persimpangan untuk memastikan bahwa petugas melihat dan lalu memungutnya), padahal disitu tersedia tempat sampah. Walhasil, sol sepatu saya mesti multi quality: high suspension, anti lengket, anti basah kalau bias juga anti kotor dan bau.

Plus warni (warung mini) yang mengurangi lebar jalur pejalan kaki.

Yang paling mengenaskan adalah sesama manusia yang mencipratkan air lantaran kaca film membuatnya tidak mampu membedakan mana aspal rata mana hitam kubangan air hujan; ditambah musik di m0bilnya membuat teriakan kemarahan senada dengan teriakan Freddie Mercury “We are the champion my friend…” Seakan sedang balapan di Sentul!

Oalah, mau jalan aja kok susah.

Pernah saya berpikir bahwa jalan kaki adalah cara murah dan sehat untuk mencapai kantor. Namun sempat juga saya berpikir naik kendaraan bermotor bisa membuat saya tiba di kantor dalam keadaan lebih tenang dan bersih sehingga tetap merasa nyaman saat bekerja sampai usai nanti.

Alamak, kapan saya bisa hidup tenang sebagai orang kecil? Bagaimana bisa tenang? Sudah saya ini rela hidup sederhana eh masih juga dipersulit. Kalau saya sudah kehilangan kesabaran, saya kemana-mana naik Jaguar saja! Masalahnya untuk seliweran pakai Jaguar saya juga masih harus sabar. Sabar, sabar, sabar…