Forgiveness

Everybody makes mistakes…..

Can I deny that I do? The only thing I can do is to be able to forgive myself for all mistakes I have done in my life so far.

This is not easy to forgive others and even much more difficult to forgive my own self who have committed mistakes – many – of which part are planned. I don’t want to talk about the planned mistakes. Let’s just talk about mistake that is just mistake…..

My father passed away just one day before I got home. I planned to see him after so long I left my house for work in Jakarta. I was in a hard time adapting the cruel capital city that was blessing me with my first job after graduating from university. I was a secretary in a small company by then. My boss was a very pious person that treated all employees very well but then his company was not big enough to make me enough-paid to buy ticket to pay homage to my parents. So…. I had to save money for almost one year and of course to take a “decent” leave. I call it “decent” because I was needed badly to support other departments so that I did not dare to file for a leave at any chosen time.

That is my biggest mistake, it was almost unforgivable. I cease blaming on my self after so many years….. I cried when I remembered how painful it was to be poor and not able to pay a visit to beloved father who was sick and dying….. And, probably he was missing me so much. Please forgive me, oh my own self….

Then it happened again just this year.

Bob, my cat son was sick. I should have been able to pay him a visit. The ticket was affordable for me. It was just because the time did not allow. It took a long hour from Singapore to my mom’s house. From Changi airport I have to fly to Surabaya which is no problem at all, but from Surabaya to my mom’s house it would take 5 hours and so I have to spare at least 24 hours for the travel. I did not have that much time at that time…..

So, I let him die without me around…. This is almost unforgivable, too. I was sinking below all roots, could not see the beautiful flowers of my life in which those beloved ones nurtured before…..

IMG_0146

Then….

I reconcile with my self.

What should I do? All is over.

My beloved father and son passed away when I was away. That might be what they wanted. They did not want me to see them die. They wanted me to just see how happy their life was when I was around.

They have always wanted me to commemorate their good days. They have always wanted me to celebrate our togetherness in a positive way. Like they have been saying to me “Be happy, Rike. We are always happy with you…. Celebrate our life with your good memories. Don’t cry for us. Smile for us. We will meet again in the next life.”

So then I tell myself softly that I should forgive my own self because my father and my son have forgiven me. They will never hate me just because I never touched their bodies before they were buried. Their souls have been surrounding me from then on, so they are never away because of being separated by the container called physical body.

Oye, Self….. Please cherish the love. Never forget that the soul can be communicated with even when the bodies are cremated or buried or decayed in unknown places….. Ask the souls to talk to you, listen to your explanation and apology, sincere apology.

It is never too late to realise.

IMG_0244

Soul is always here. In the same matrix and ready to mediate.

So, please use the time while you are awake. Tell them how much you love them, how strong we are all connected and how big the sorrow will be if the forgiveness is not shared…..

Quezon City – March 4, 2014 – 9:37pm

KEMATIAN

KEMATIAN

(kewajaran yang perlu persiapan)

Anak teman kantor saya – berusia belum genap 2 bulan – meninggal karena sakit. Informasi akurat tentang sakit apa si kecil ini tidak kami ketahui; si ibu mengabarkan kepada saya awalnya dia sakit batuk pilek hingga dinebulasi lalu didiagnosis paru-paru tapi terakhir dia bilang kelainan jantung. Saya mendoakan si kecil melanjutkan perjalanan dalam cahaya dalam keadaan diikhlashkan.

Doa saya untuk yang meninggal tak pernah berubah dari dulu hingga sekarang: semoga perjalanannya disertai kerlip cahaya. Indahnya… Silakan mengartikan sendiri. Toh saya juga hanya asal mengucap apa yang ingin terucap sebagai doa. Daripada kumengatakan “bersatu dengan Rabb-nya” padahal nggak mudeng apa artinya kata-kata itu. Menurut pemahaman saya kalau meninggal itu kan terbang bersama malaikat nah malaikat itu kan materinya cahaya. Udah titik.

Mati adalah kewajaran yang tak disukai. Siapapun akan menghindari mati kecuali orang-orang putus asa. Orang bunuh diri putus asaterhadap keadaan yang tidak kunjung membaik. Bahkan saya beranggapan para martyr (orang yang mati karena berkorban demi ideologi yang diyakini, Bahasa Inggris) adalah orang-orang yang telah tak punya harapan terhadap hidupnya di bumi ini.

Orang-orang yang mati karena usia uzur dianggap “ya, memang sudah sepantasnya yang tua meninggalkan kita”. Jadi orang tua yang emninggal – walau tetap diratapi – tidak terlalu menjadikan yang ditinggalkannya menjadi sangat berduka kecuali jika sepeninggal si mati masalah jadi bertambah banyak. Masalah warisan baik berupa harta yang banyak dijadikan rebutan atau tidak adanya harta yang bikin keluarganya sengsara sepeninggalnya.

Lain lagi kalau Anda mati muda. Kematian Anda akan dianggap sesuatu yang mengagetkan dan memilukan. Jika Anda mati dalam keadaan meninggalkan nama baik maka Anda akan disubyo-subyo (diangkat-angkat namanya, Bahasa Jawa) oleh sebagian orang yang menganggap amalan Anda adalah kebaikan dan bermanfaat. Kalau si mati meninggalkan anak istri yang masih butuh nafkahnya maka akan masih ada tangan-tangan beruluran membantu. Namun jangan tanya kalau Anda hanya sekedar pecundang dalam hidup Anda maka tak banyak yang mengenang Anda kecuali keluarga dan sebagian kecil teman yang pernah Anda bikin tertawa. Dan kalau si buruk mati meninggalkan seonggok tanggungan maka hanya orang-orang yang luar biasa saja yang punya kekuatan untuk sudi menolongnya.

Bagaimana kalau yang meninggal adalah seorang anak kecil atau katakanlah bayi seperti anak teman saya? Maka tak bisa dipungkiri duka-cita itu akan semakin dalam. Si bayi yang digadhang-gadhang (diharapkan, Bahasa Jawa) menjadi seorang mulia yang berguna bagi nusa dan bangsa dan membanggakan orang tua dan keluarga ternyata tak berusia panjang. Akan lebih banyak yang menyayangkan kematian itu; menyesali pendeknya umur dan mengasihani yang ditinggalkannya. Si anak itu seharunya punya kesempatan untuk dididik menjadi orang yang lebih baik daripada orang tuanya atau saudara-saudara atau teman-temannya. Andaikan hidup maka anak itu bisa saja menjadi anak yang mencerahkan dunia dengan kesegaran dan keceriaannya. Seandainya dia tak mati maka hati orangtuanya tak hancur karena waktu tunggu kehadiran anak itu juga telah cukup lama. Alangkah sedihnya…

Tapi kematian tak memilih selalu berdasarkan usia kita. Kematian bagai arisan yang kalau dikocok bisa saja mengalahkan kekuatan ilmu tak kasat mata sekalipun. Kematian adalah seperti ruangan gelap ditutup oleh berlapis tingkap (jendela) yang jika dibuka masih harus dibuka lagi pintu misteri. Kematian adalah ketidakpastian yang pasti datang yang oleh karenanya saya tak berani menyebutnya kepastian atau ketidakpastian. Kematian adalah enigma. Kematian adalah yang datang dan tak pernah pergi hingga membawaku bersamanya nanti.

Semoga kematian itu datang ketika aku telah jatuh cinta padanya walau aku tak mengenalnya…

Penang – 16 Maret 2012 – 7:08 waktu Malaysia

Gambar dipinjam dari http://serenadevi.wordpress.com/2012/01/21/dance-of-cherry-blossoms/

Dan http://www.eso.org/public/news/eso1049/