BAHAGIAKAH ALMARHUM BAPAK?
Bapak saya meninggal tahun 2001 tepat ketika saya selesai training guru di LIA (dulu T3E). Saya menelpon ke rumah malamnya, mengabarkan bahwa saya akan pulang karena trainig sudah selesai dan kangen bapak. Ibu menyampaikan berita gembira itu kepada beliau. Bapak sedang terbaring di dalam kamar dan pesawat telpon tidak bisa ditarik ke beliau. Katanya beliau senang sekali.
Ternyata keesokan hari itulah, ketika saya dalam perjalanan ke rumah, bapak meninggal. Alangkah menyesalnya saya tidak bisa mencium tangan dan wajah beliau. Saya juga tidak sempat “pamer” pada beliau bahwa saya sudah menjadi guru bahasa Inggris seperti yang sangat beliau inginkan selama ini.
Duh, sedihnya. Saya masih ingat bahwa saya tidak mengeluarkan air mata saking sedihnya. Saya bahkan tersenyum kosong.
Sekarang saya tidak hanya menjadi guru bahawa Inggris. Saya sudah punya triple job yang sangat menyita waktu saya. Saya memang tetap menelpon ibu secara rutin tiap hari berangkat dan/atau pulang kerja. Saya juga tetap berkomunikasi dengan saudara-saudara saya tapi saya hanya sempat pulang ke ibu setahun sekali, sebelumnya saya bisa pulang ke kampung 4 kali setahun karena term break tiap tiga bulan memungkinkan saya untuk libur seminggu dan pulang.
Namun, apakah bapak bahagia kalau saja beliau masih di dunia ini dengan tubuh kasarnya? Apakah bapak bangga? Insya Allah, ya. Tapi apakah bapak bahagia karena kesibukan saya yang membuat saya berpikir untuk sekedar meninggalkan meja untuk pipis… apakah beliau tidak akan menegur saya yang hanya bisa ketemu ibu setahun sekali saat Idul Fitri, itupun hanya beberapa hari? Apakah saya memang harus segera punya pekerjaan yang memungkinkan saya bebas waktu dan biaya?
Saya hanya bisa berbaik sangka karena nyatanya saya tidak bisa klarifikasi pada beliau tentang perasaan beliau saat ini. Saya hanya bisa membayangkan senyumnya yang sangat ganteng dan tulus.
Ada kata yang selalu saya ingat jika beliau sedang bangga karena kami, anak dan istrinya, mencapai prestasi tertentu “Ampuh! Ampuh tenan!”
Bapak saya pasti bahagia, dan akan lebih bahagia da bangga jika saya bisa jauh lebih bisa membuat ibu dan saudara-saudara saya bahagia juga.
Sekarang ini saya sedang sangat sentimentil dan ingin memeluk bapak saya karena jasanya yang luar biasa dalam hidup saya. Saya tidak pernah menyesal bahwa saya dilahirkan menjadi anak keempat dari seorang lelaki yang bernama Jokanan Tjokroatmodjo.
Rest in peace, Bapak. I love you much.
Like this:
Like Loading...
You must be logged in to post a comment.