Hujan, Rindu, Cinta

Hujan banyak bercerita. Rintiknya, derasnya, harum tanah yang tertimpa rinainya, segar hawa yang terhirup ke dalam lubang hidung, tusukan jejarum halusnya di titik-titik syaraf, raupan basahnya ketika telapak tangan mengusap muka dan sensasi hujan yang bergesekan dengan indera. Mereka telah membentuk jejak-jejak sejarah hidup. Yang terlupakan dan yang terkenangkan selama usia.

Malam ini hujan turun, kembali membasuh lembaran kenangan. Lantunan lagu-lagu mengentalkan rasa rindu pada Kekasih.

Sudah bermalam-malam rasa cinta ini tumbuh sejak kusadari rindu tak tertahankan.

Dulu. Dulu sekali, aku pikir rindu itu datangnya dari cinta. Baru tersadari di usiaku yang sekian ini bahwa cinta itu buah rindu.

Cinta itu lubang rindu nan tak pernah berhenti menganga.

Kupikir setelah patah hati, aku tak akan mencinta lagi. Pendapat itu tinggal pendapat semu, nyatanya rasa itu datang lagi. Yang menyedihkan adalat jatuh cinta pada Dia yang sama, makin lama makin besar cintanya.

Kugali dan kugali lagi. Bukan cinta sebab semua ini.

Rindu lah yang bertanggung-jawab atas penderitaan cinta.

Rindu lah yang seharusnya kupersalahkan.

Titik-titik hujan di jendela telah berubah menjadi aliran-aliran air. Cinta yang mulanya berupa bercak-bercak di permukaan hati menjelma menjadi danau yang menjadi pengawet hati.

Hati keras menjadi melembut. Yang dulunya tegar mudah terharu. Hati yang penuh dengan nama-nama perlahan hanya mengandungi satu nama. Satu saja.

Pernahkah kau jatuh cinta?

Jika kau mengaku belum, kau harus segera mengalaminya.

Rasa ini menyiksa tapi membuat indah dunia.

Setiap mengingat Dia, manusia memulas warna baru pada senyum dan sorotan mata.

Ketika menyadari bahwa kau tak mungkin mendapatkan Dia, kau menyegarkan hati dengan pemakluman bahwa tak semua uluran tangan disambut dengan ramah.

Segeralah jatuh cinta, sebelum sang waktu menorehkan akhir cerita di kitabmu.

Jatuh cintalah dan warnai rindumu dengan kebaikan hati, penerimaan dan pemakluman. Atau jika cintamu masih muda; marahlah, kecewalah, berteriaklah, panggil namanya dengan penuh rasa niscaya hatimu akan dipenuhi dengan makna hidup yang sesungguhnya.

Rasa rinduku tak pernah hilang. Tak akan pernah sirna.

Wahai Kekasih, semakin hari rindu ini semakin menguar memekat di udara, dihirup olehku dan sesama manusia. Dan cinta ini tak akan berakhir; mungkinkah kita bersua? Doaku melagukan sebuah perjumpaan. Atau jika kita tidak ditentukan berjumpa, aku tak mau lagi berjumpa walau sekali, tak sudi kumau berjumpa.

Hujan tak kunjung berhenti. Alunan musik itu masih ada.

The sun is out, the sky is blue
There's not a cloud to spoil the view
But it's raining, raining in my heart
The weatherman says clear today
He doesn't know you've gone away
And it's raining, raining in my heart
Oh, misery, misery
What's gonna become of me?
I tell my blues they mustn't show
But soon these tears are bound to flow
'Cause it's raining, raining in my heart
But it's raining, raining in my heart
And it's raining, raining in my heart
Oh, misery, misery
What's gonna become of me?
I tell my blues they mustn't show
But soon these tears are bound to flow
'Cause it's raining, raining in my heart
Raining in my heart
Raining in my heart

Greek’s 40th Days Leaving Us Behind

40 days ago our dear cat lady, Greek went across the bridge and today we are remembering her being part of us.

 

She was such a beauty, dignity yet rebel and free soul. Oh yeah, free soul she was! She would hunt anytime she wanted and brought the hunted to us as gifts: grasshopper, flies, dragonflies, lizard, birds name it she would be proud of her hunting skill.

 

Once we had a guest with one teenager who was trying to protect the hunted bird – the bird was still alive, very weak and desperate – our guest freed the bird and Greek was in rage! She didn’t attack but she wouldn’t stop wandering around the house shouting until my Mother took the tiny cat to her hugs. She was calming in my mother’s hands.

 

Greek was such a love to all of us. Everybody poured her with abundant love and care. My Brother would always ask “Where is Greek?” everytime he visited my mom. My nephews and nieces would have the same question.

 

But Greek wouldn’t love children. She was scared of those rascals’ shouting and cheering and jumping and being too excited. Then she would stay away the whole day giving up the food. She would be back when all those kids were gone. My mom would be worried….

 

Greek was an alarm clock for my Mother. She would wake her up especially for night prayer. She would kiss my Mother to wake her up. Failed with kisses, she would scratch my mother’s body. Failed with the scratches, she would step on my mother’s head with her soft meows. My mother would prepare food and pray accompanied by the tiny alarm clock.

 

Greek was also great sleeper. She would sleep when the rest of us worked!

 

And a great eater…. Pick great eater! She didn’t take not fresh food. All of her food must be fresh from the storage. She would not eat her own leftover. All must be new! And new it was for our beloved princess Greek.

 

Greek, too many things we save in our memory about her.

 

You are loved. You are remembered.

 

We know you leave us as you wished. You made the decision and we just felt the broken heart to say goodbye.

 

Greek, your graveyard is just some steps from our backdoor. We can visit you whenever we want. We first got so sad but you always came once in while making sure that we are ok and we now realize that you were leaving clean and happy.

 

Please send our loving regards to Bob, Grace, Greece, Greg, and all other beloved animals you meet and greet there across the rainbow bridge.

 

Please cut your worry. We are praying for your good. Please pray for us, too.

Now your friends are sitting in our porch Everyday but they don’t want to stay home like you. They come to have meal and sleep somewhere we don’t know. Please make sure they are fine, our angel…..

 

Greek, this is your 40th days leaving us. You will be our guiding light, won’t you?

Till we meet again, my dear. Love you soooooooo much!!! Warm regards from me, Ibu, Mbak Andri, Mbak Yuda, Mas Yogi and all…. The rainbow slides are ready….! Woohooo!

Yogyakarta – June 19, 2016 -10:30am

Ketika Semua Bersahabat

Ketika saya kecil persahabatan begitu biasa terjalin, seperti bukan sesuatu yang suit dijalankan. Semua orang adalah sahabat, teman seperjalanan. Tak banyak musuh, bahkan kepelikan perasaaan terhadap orang yang perbuatannya dianggap menyakiti hati hanya berlangsung sesaat, kemudian berteman kembali.

Tidak hanya itu, dengan binatang pun persahabatan juga biasa. Anjing, kucing, ayam, menthok, marmut, kelinci, monyet, wedhus, sapi, kebo, jaran, iwak, macan rembah, luwak, gajah, macan belang, kidang, celeng, dan lain-lain semua berkeliaran di habitatnya tanpa manusia tergoda untuk menggangu kedamaian mereka hidup seadanya dari belas-kasih khalifah di bumi, manusia. Hanya kadang saja ketika alam ini telah mengijinkan maka beberapa dari para binatang yang sudah “cukup umur” itu diminta untuk menyumbangkan usia keberkahannya — buat acara selamatan yang tak sering terjadi.

Tapi sekarang….. Alangkah beratnya menjalin pertemanan. Sedikit terpeleset saja membuat status di FB, BB atau posting di blog, bisa-bisa di-block  dari posting-posting tertentu atau dari lamannya atau bahkan dari melihatnya sama sekali. Itulah dunia maya, harus penuh dengan kehati-hatian dalam mengekspresikan diri. Jika salah sedikit dan pas dilihat oleh hati yang sedang sensi maka akan runyam. Ya sudah lah.

Dalam dunia nyata juga…. Kalau tidak hati-hati berstrategi dalam berkomunikasi bisa-bisa disalahpahami juga. Hidup ini memang penuh lika-liku pelajaran.

Dan, binatang pun mendapat imbasnya. Manusia yang semakin hari semakin egos ternyata juga menjadi tidak hanya tidak percaya pada sesamanya akan tetapi juga pada binatang yang tak berdaya. Binatang sudah jadi alat bagi manusia untuk memperkaya diri, tidak hanya mensejahterakan diri saja. Mereka memakan anjing, ular, bahkan kucing, ayam tiap hari, babi tiap hari…. Wis pokoknya makan protein hewani itu wajib hukumnya supaya energinya cukup. Dan eksploitasi pada binatang juga banyakt erjadi. Banyak — dan saya nggak punya nyali untuk menceritakannya di sini. Animal abuse is just everywhere!

Byuh…..  Pergeseran budaya. Dulu makan daging hanya pada saat-saat tertentu saja, sekarang pagi siang sore bisa makan. Dulu gajah paling pol disuruh main acrobat — which is udah agar eksploitasi sebenernya — tapi sekarang gajah dijerat, disandera biar bisa minta ransom duit ke pemerintah; kalau enggak ya dibiarin tanpa makan mati kelaparan atau bahkan diracun. Manusia keparat!

Duit, duit, duit!

Duit penting, kalau nggak ada suit ya nggak bisa fully settled jaman sekarang apalagi di kota besar. Otak manusia udah diokupasi oleh industrialisasi, semua maunya disulap jadi duit.

Industrialisasi ini telah terbukti membuat manusia telah lupa bahwa bumi ini bukan hanya untuk dihabiskan melainkan lebih dari itu untuk disejahterakan, dipelihara kemudian nantinya akan dipersembahkan kepada “yang nitip” dalam keadaan paling tidak sama indahnya seperti dulu.

Kalau saja bisa kupeluk orang-orang malang itu dan binatang-binatang malang itu — yang telah menjadi alat politic dari para manusia yang perutnya nggak selesai-selesai teriak “more, more more” kecuali udah dibantalin dempu (bola dari tanah), akan kulakukan dengan tanganku tidak hanya dengan jiwaku…. Kusebarkan energy cintaku pada kalian, bola pink penuh cinta mengitari semesta!!!

Duh gustiku…. Sayangilah kami….

IMG_3034

Makati SRL, 1117 – November 26, 2014 – 1:04am

BAHASA BINATANG

TERHUBUNG

Seekor bulldog diberangus moncongnya, dituntun oleh seorang petugas keamanan bandara internasional Pudong, China. Dua orang petugas lainnya berjalan bersama mereka, pelan waspada….

Kenapa tiba-tiba hatiku trenyuh? Apakah sudah garis hidupku untuk mengalami perasaan sakit bilamana ada hewan yang dijadikan alat oleh manusia namun tidak diperlakukan secara alami? Anjing, kucing, ha master, marmut, sapi, kambing, ayam, burung, dll semua pernah menjadikanku sakit hingga air mata tak mudah dibendung. Sayatan jeritan hatiku melihat mereka dipulasara karena tak ada pilihan lain.

Dulu… Aku pernah berbahagia menginginkan menjadi murid Sulaiman sang raja dan nabi yang ahli bicara pada binatang namun kini yang bisa kulakukan adalah tersenyum kecut karena kenyataan sang nabi bahagia menjadi ahli bahasa binatang tidak selalu menjadikannya tenang, justru sebaliknya.

Aku jadi ingat kata-kata teman “A gift sometimes becomes a curse.” yang seakan terbukti.

Untuk menjadi ahli bahasa fauna kurasa belum tapi aku melihat tandanya yang sangat jelas. Bob Kucing, kucingku yang sekarang ku titipkan pada ibuku, telah menjadi bagian dari pembuktian itu. Aku berkomunikasi dengannya dengan baik walau kadang menyisakan kegilaan yang menggelikan. Namanya kucing kok diajak bicara ya meang-meong doang…. Tapi aku ngerti…

Ah namanya kegilaan biarlah dia berkelana di dalam relung jiwa dan deretan kalimatku saja, tak perlu pembuktian pada audiens…. Cukup kupelihara saja kepiluan ketika mengindera berita tentang makhluk bernama binatang yang disiksa dan tersiksa. Maafkan aku, aku hanya bisa memberikan berkat pada kalian.

Cinta kasihku memancar pada kalian…. Berbahagialah….

Bandara internasional Pudong
15 Juni 2013 – 10:00 pagi

KUCING MELAHIRKAN

??????????

Hari ini aku makan di Sate Wahab yang berlokasi di sebelah prapatan Sinta, Tangerang. Rasanya lumayan enak walau tak seenak beberapa tahun lalu ketika aku makan di sana bersama Eka. Bukan karena dengan siapa tapi lebih karena kondisi badanku sedang drop karena flu sehingga lidah tak mampu bekerja optimal merasai sate yang terkenal enaknya itu.

Setelah makan motor mengarah ke utara mau muter lagi ke kantor temanku. Belum mencapai 5 meter eh kulihat kucing warna hitam yang menurutku posisinya aneh. Tak mungkin seekor kucing membersihkan badan di badan jalan yang sangat ramai. Maka aku minta Lela untuk memberhentikan motor lalu aku turun.

Kucing melahirkan!!!

Duh Gusti, hatiku trenyuh tapi aku – jujur – agak jijik karena kucingnya kurap dan yang lebih bikin aku nggak tega adalah anak kucing sudah keluar satu dan emak kucing sedang membersihkan badannya, lalu keluar ari-arinya.

Lela meneriakkan saran “Miss, minta tolong bapak itu aja…!”

Aku segera memanggil tukang parkir Sate Wahab yang dengan segera mendekat. Seorang bapak-bapak menjewer kuping emak kucing untuk naik ke trotoar. Anaknya terseret… Maafkan aku, kucing-kucing…

Lalu aku minta mereka membawa kardus bekaas jika ada.

Seorang bapak membawa kardus bekas kemasan minuman Aqua. Lalu seorang lagi membawa selembar kertas koran dan memintaku menyorongkan bayi kucing dan ari-ari ke dalam kardus yang sudah ditempati oleh emak kucing.

Setelah keduanya masuk kardus, aku minta bapak-bapak itu menaikkan kardus berisi kucing-kucing itu ke bawah arcade sebelah kanan Sate Wahab karena hujan mulai menderas.

“Sehat ya, Mak, Nak…” kataku pada kucing-kucing itu.

“Makasih ya, Pak…” kataku pada bapak-bapak yang masih ada di situ.

Lalu aku dan Lela melanjutkan perjalanan.

Hatiku masih ternyuh. Masih kuingat sebuah mobil yang dengan sengaja mau menabrak kami (aku dan kucing), si pengemudi sambil melotot-lototkan matanya. Mungkin dia memberikan kode padaku untuk segera minggir. Aku tak tahu, jika aku tak di situ menjaga kucing-kucing itu, pengemudi itu pasti sudah melindasnya karena memang si kucing berbaring lemah tak berdaya di bekas cerukan jalan yang seperti bekas lindasan ban besar.

Aku berharap makin banyak orang yang peduli pada hewan yang ada di sekitarnya entah itu kucing, anjing, kelinci, dll….

Untuk kucing-kucing yang tadi kutemui dan kucing-kucing lain: semoga kalian bahagia dan sejahtera, sayang…

Ruko Liga Mas (kantor Lela); 4:55 sore

Foto adalah Sicily alias Ucil yang sudah tak terlihat lama dari rumahku karena (mungkin) sedang melahirkan